Ketimpangan pendidikan
antara perkotaan dan pedesaan, bukan hal asing lagi bagi kita. Minimnya
infrastruktur pendidikan, kualitas pendidikan yang rendah dan keterbatasan
ekonomi merupakan problem umum pendidikan yang dirasakan masyarakat pedesaan. Hasil
Investigasi sementara dari tim investigasi FMN Ranting UNSIQ di dusun ringkug,
purwojiwo dan kandangan (kecamatan Sapuran) menemukan bahwa mayoritas
pemudanya mentok di SMP saja. Bahkan di dusun kandangan, masih banyak dijumpai
pemuda yang hanya lulusan SD. Jika dikaitkan dengan salah satu pasal di UUD
1945 (Pasal 31 Ayat 1) bahwa “pendidikan merupakan hak setiap warga
negara” mengandung makna “pemerintah diharuskan untuk menyelenggarakan
pendidikan yang demokratis”. Pendidikan yang demokratis bertujuan agar pendidikan menjangkau seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan yang Demokratis adalah pendidikan yang terkandung aspek partisipasi, kesetaraan dan keadilan. Partisipasi berarti kemudahan bagi seluruh rakyat tanpa kecuali memperoleh kesempatan pendidikan. Kesetaraan berarti menegaskan bahwa rakyat berhak ditempatkan setara dalam proses pendidikan termasuk pengambilan kebijakan. Dan keadilan tidak lain adalah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan haruslah memihak pada kepentingan rakyat.
Menyikapi hasil investigasi
sementara di atas, muncullah inisiatif dari Sanggar Belajar Rakyat (SBR)
FMN Ranting UNSIQ untuk mengadakan observasi pendidikan di kecamatan sapuran. Kegiatan
ini dilakukan untuk semakin mendalami kondisi pendidikan di Wonosobo secara umumnya
dan di kecamatan Sapuran secara khususnya. Kegiatan ini juga terkait dengan rencana
pembangunan Sanggar Belajar Rakyat di pedesaan wilayah Sumbing Selatan. Setelah
melalui diskusi di internal akhirnya disepakati kegiatan observasi pendidikan
dilakukan tanggal 27 Juni 2015 (tgl 10 ramadhan) dan tempat yang dipilih
adalah dusun purwojiwo dan kandangan (kecamatan sapuran), dua dusun yang
terletak di wilayah sumbing selatan (kumpulan pedesaan di selatan gunung
Sumbing).
Tanggal 27 Juni 2015 tepat
pukul 10.00 WIB, 10 anggota tim observasi berangkat ke dusun Purwojiwo (1
jam perjalanan dari kampus UNSIQ). Tim observasi terdiri dari anggota FMN,
relawan SBR dan massa mahasiswa. Tim observasi sampai di dusun Purwojiwo jam
11.00 WIB. Setelah istirahat dan briefing, tim observasi berangkat ke dusun
Kandangan (2 km dari dusun Purwojiwo) pada pukul 12.00 WIB untuk
melakukan agenda pertama yaitu diskusi dan observasi infrastruktur pendidikan
di dusun tersebut. Kondisi jalan rolak (jalan dari susunan batu-batu)
yang terbilang ekstrim tidak menyurutkan semangat anggota tim observasi.
Setengah jam kemudian akhirnya tim observasi sampai di dusun kandangan. Tim
observasi langsung menuju rumah kawan Muhammad (anggota organisasi pemuda “PEDAS”)
untuk mendiskusikan kondisi pendidikan di dusun tersebut. Melalui diskusi
ringan yang kami lakukan terungkap bahwa sekitar 50% pemuda dusun kandangan
saat ini hanya lulusan SD dan 50% nya hanya mentok di SMP. Muhammad
mengungkapkan bahwa kesadaran akan pendidikan di dusun nya memang masih rendah.
Ini terutama terlihat pada sikap dan pandangan orang tua yang punya anak
perempuan, dimana mereka menganggap bahwa perempuan tidak harus mempunyai pendidikan
yang tinggi. Mereka menganggap bahwa sebagai anak perempuan, toh nantinya akan
jadi istri yang hanya mengurus pekerjaan rumah. Ini memang pandangan yang masih
mendominasi masyarakat di pedesaan wilayah sumbing selatan. Tenyata masih ditemukan
banyak praktek pernikahan di bawah umur (menikah setelah lulus SD atau SMP) terutama
kaum perempuannya. Muhammad tentunya sangat prihatin dengan kondisi ini. Untuk
itu dia mencoba terus aktif memberikan penyadaran kepada masyarakat akan
pentingnya pendidikan . Selain itu dia juga aktif mengadvokasi anak-anak dusun
nya yang ingin meneruskan sekolah ke SMP karena kendala biaya dengan mencarikan
alternatif sekolah gratis. Dia mengungkapkan bahwa organisasinya (PEDAS)
siap mensuport anak-anak dusun yang ingin meneruskan sekolah baik itu berupa
seragam, buku, tas maupun sepatu untuk bersekolah, tapi banyak orang tua yang
tetap tidak mengijinkan anaknya meneruskan sekolah.
Pukul 13.30 tim obervasi mohon
diri untuk mengamati kondisi Sekolah Dasar di dusun tersebut. Ternyata Gedung
Sekolah di dusun tersebut hanya ada 4 ruangan (1 ruang guru dan 3 ruang
kelas). Informasi yang kami dapat bahwa sekolah dasar di dusun kandangan
baru 2 tahun berdiri dan memang hanya sampai kelas 3. Bagi siswa yang naik
kelas ke kelas 4 harus pindah sekolah di dusun wekas (2 km dari dusun
kandangan). Setelah selesai mengamati kondisi gedung SD di dusun kandangan,
tim observasi kembali ke dusun purwojiwo untuk melakukan agenda kedua yaitu
diskusi luas dengan pemuda.
Jam 14.00 WIB tepat tim observasi
sampai di dusun Purwojiwo dan langsung menuju ke lokasi diskusi. 30 menit
kemudian diskusi dimulai (jam 14.30 WIB). Diskusi ini di ikuti oleh
sekitar 30 pemuda dari 4 dusun yaitu dusun purwojiwo, kandangan, glapan dan
gintung. Sesi pertama dimulai dengan pembukaan dan perkenalan kemudian dilanjut
sesi kedua yaitu materi yang di isi oleh kawan Him (Ketua organisasi tani
AGRA cabang Wonosobo). Him membenarkan bahwa mayoritas pemuda hanya sekolah
sampai SMP saja. Jarak ke SMK terdekat 10 km dari dusun Purwojiwo sedangkan
dari dusun ringkug maupun kandangan jaraknya sekitar 12 km tanpa adanya akses
angkutan umum. Inilah yang menjadi alasan utama kenapa setelah lulus SMP
mayoritas pemuda tidak melanjutkan sekolah. rata-rata jarak sekolah (baik SD
maupun SMP) dari dusun masing-masing sekitar 2 – 3 km dengan akses jalan yang
rusak. Tentunya menjadi kesulitan tersendiri untuk anak-anak atau pemuda di
sini. Apalagi mayoritas mereka harus jalan kaki pulang pergi setiap harinya.
Dalam diskusi ini, Him
mengkritisi kualitas pendidikan di pedesaan yang menurut dia tidak berkualitas.
Dia mengambil contoh sebuah fenomena yang terjadi pada sekolah dasar di dusun
Klesman (perbatasan antara kecamatan Sapuran dan Kepil) dimana di
tengah-tengah pelajaran siswanya diperbolehkan untuk ngelinting (rokok
buatan sendiri) dan merokok di dalam ruang kelas. Disini dia menganggap
gagalnya sosok guru dalam menerapkan sebuah peraturan yang baik di sekolah.
Fenomena ini tentunya menggelitik kita semua untuk kembali mempertanyakan kualitas
guru-guru di pedesaan. Selain fenomena lucu yang dia tangkap, dia menambahkan
bahwa secara umum kurikulum pendidikan terutama SD dan SMP telah gagal
mengembangkan kepribadian dan karakter dari siswa nya. Dia menganggap kurikulum
yang diterapkan sekarang tidak ubahnya rantai yang membelenggu potensi-potensi
anak didik dan memaksakan kehendak siswa untuk belajar. Untuk itu dia
menawarkan konsep penjurusan sejak SD sehingga sekolah bisa benar-benar menjadi
tempat pengembangan diri bagi anak didiknya.
Terkait biaya sekolah dia
mengungkapkan masih adanya penarikan-penarikan biaya sekolah yang memberatkan
peserta didik. Untuk itu dia mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam
menjalankan Wajib Belajar 12 tahun untuk sekolah-sekolah di pedesaan. Selain
itu dia mengkritisi peran Komite sekolah yang tidak demokratis. Dalam
prakteknya, komite sekolah tidak merepresentasikan kepentingan mayoritas orang
tua siswa. Pengurus Komite Sekolah hanya dipegang oleh orang tua siswa yang
berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas. Dampaknya dalam setiap
penentuan kebijakan sekolah terutama terkait biaya-biaya sekolah hanya mengacu
pada keputusan sepihak dari Pengurus Komite Sekolah yang sering memberatkan
orang tua murid.
Terlepas dari
problem-problem yang ada, dia menerangkan bahwa telah terjadi peningkatan akses
pendidikan masyarakat di pedesaan selama 7 tahun belakangan ini. Dia mengungkapkan
bahwa sebelum tahun 2005 mayoritas pemuda di wilayah sumbing selatan hanya
lulusan SD. Secara umum ini terkait dengan peningkatan ekonomi masyarakat di
sumbing selatan karena perjuangan land reform yang dipimpin organisasi
AGRA selama ini. Land reform di lakukan di lahan yang di klaim milik Perhutani.
Tadinya petani tidak diperbolehkan mengolah lahan milik perhutani bahkan tidak
di ijinkan untuk sekedar mengambil ranting-ranting pinus yang jatuh untuk
dijadikan kayu bakar. Melalui land reform ini, petani di sumbing selatan
akhirnya mempunyai tanah untuk diolah dan ditanami, hasilnya juga menjadi milik
petani. Dari perjuangan inilah akhirnya setahap demi setahap meningkatkan akses
pendidikan di pedesaan wilayah sumbing selatan.
Pada akhir diskusi, Him
mewakili dari AGRA maupun PEDAS mengapresiasi dan mendukung sepenuhnya rencana
pembangunan Sanggar Belajar Rakyat di pedesaan Sumbing Selatan. Dia berharap
dengan adanya Sanggar Belajar Rakyat bisa berkontribusi terhadap peningkatan
kebudayaan masyarakat di pedesaan. Dia menggaris bawahi bahwa pendidikan yang
nantinya diajarkan di Sanggar Belajar Rakyat haruslah ilmiah dan mengabdi
kepada rakyat yang berarti ilmu-ilmu yang diajarkan haruslah aplikatif terhadap
kondisi masyarakat di wilayah sumbing selatan.
Diskusi selesai pada pukul
16.45 WIB, yang kemudian dilanjutkan dengan persiapan agenda terakhir yaitu buka bersama. Adzan
Maghrib menandai di mulai nya buka bersama dengan pemuda-pemuda desa. Suasana
ramah tamah sangat terasa sehingga tak sadar jam sudah menunjuk pukul 19.00 WIB
yang berarti waktunya untuk pulang.
Buka bersama bareng PEDAS |
Satu hari tentunya waktu
yang sangat singkat untuk memahami dan mendalami kondisi pendidikan di wilayah
Sumbing Selatan. Tapi tak bisa dipungkiri bahwa selama satu hari ini banyak
sekali hal yang kita pelajari, bahwa pendidikan di wonosobo, khususnya wilayah
sumbing selatan tidak sedang baik-baik saja. Sebagai mahasiswa tidak patutlah
hanya menjadi mahasiswa akademis (hanya kuliah) yang tidak paham kondisi
masyarakat. Kondisi ini tentunya menuntut kita sebagai kaum intelektual untuk
ikut berkontribusi memecahkan problem-problem pendidikan di kabupaten Wonosobo.
FMN Ranting UNSIQ melalui Sanggar Belajar Rakyat (SBR) nya membuka pintu
selebar-lebarnya kepada mahasiswa UNSIQ yang ingin berkontribusi pada peningkatan
kebudayaan rakyat terutama terkait problem-problem pendidikan di Wonosobo untuk
bergabung dengan kami menjadi “relawan peduli pendidikan”. Inilah bentuk
nyata pengamalan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang menjadi panduan kuliah di
setiap kampus di Indonesia. Ayo abdikan ilmu mu untuk rakyat..!!!
0 komentar:
Posting Komentar