Di
bawah ini diringkas perkembangan terkini imperialisme AS di Asia
Pasifik dalam upaya menguatkan hegemoni nya di Asia. Tulisan ini
merupakan hasil terjemahan dari Pimpinan Pusat FMN dari teks asli yang berjudul "US uses Japan to streghten its hegemony ini Asia" yang diterbitkan oleh ILPS (International League of Peoples' Struggle). Berikut artikel lengkapnya.
Kerjasama Militer Poros AS-Jepang di ASIA: Menggunakan Jepang untuk menguatkan Hegemoni AS di Asia
"Sikap sok jagoan, histeria perang, dan genderang perang anti Arab dan anti Muslim selalu ditunjukkan Imperialis AS" - JMS.
Liga Internasional Perjuangan Rakyat (ILPS) melihat
dengan seksama bahwa Jepang dijadikan sebagai alatnya menguatkan hegemoni
imperialis AS di Asia dalam jangka pendek. Selain itu, apabila Jepang terus
menjalankan kepentingan AS di Asia, maka ini akan meningkatkan faktor-faktor
yang mendorong terjadinya perang di Asia dalam jangka panjang. Perkembangan
demikian ada dalam konteks intensifnya kontradiksi inter-imperialis, bahkan
kondisi ini diperparah oleh krisis dan penjarahan serta penyebaran peperangan
yang utamanya dihasut oleh imperialisme AS.
Pada 27 April 2015, AS dan Jepang merilis revisi baru
mengenai Pedoman Kerjasama Pertahanan AS-Jepang, berisikan komitmen-komitmen
pokok yang baru bagi aliansi formal mereka ke-50 tahun seperti tergambar dalam
Pakta Kerjasama Mutual dan Keamanan AS-Jepang pada 1960. Arti penting dari
pedoman baru ini telah digarisbawahi dengan pidato Shinzo Abe tiga hari
kemudian sebelum sesi gabungan Kongres AS. Ini pertama kalinya dalam sejarah
perdana menteri Jepang mengunjungi AS.
Pedoman tersebut dan "Mekanisme Koordinasi
Aliansi"-nya seolah-oleh berfokus pada kerjasama militer antara dua
kekuatan jika saja terjadi serangan militer terhadap Jepang oleh kekuatan
ketiga (diperkirakan China). Bagaimanapun, kerjasama demikian jelas terbentuk
oleh kepentingan keamanan yang lebih luas dari AS dan Jepang, yang meliputi
keseluruhan Asia-Pasifik bahkan lebih. (Dengan kalimat dalam pedoman AS-Jepang:
"Situasi demikian tak dapat digambarkan secara geografis.")
Dalam pidatonya sebelum Kongres AS, Abe juga
menekankan dukungan penuh Jepang akan strategi pivot AS ke Asia. Secara
bersamaan Jepang menjanjikan untuk memuluskan legislasi anggaran yang
dibutuhkan dengan komitmen militer Jepang "pada musim panas
mendatang." Perombakan pertahanan tersebut, akan dikhawatirkan mengancam
lahirnya kembali taktik-taktik pemerintahan fasis untuk merobek Pasal 9 dari
Konstitusi pasca-perang Jepang. Hal ini akan
mengatur kebebasan Kekuatan Pertahanan Jepang dengan manuver militer Jepang di luar
territorial negaranya , bahkan sampai ikut serta dalam agresi militer pimpinan
AS dimanapun di dunia.
Pemerintahan konservatif Shinzo Abe dan Partai
Demokratik Liberal/New Komeito sebagai koalisinya, telah dengan sangat antusias
menyegarkan kembali militerisme Jepang dan kecenderungan ekstrem sayap-kiri
lainnya seperti diwakilkan oleh Shigeru Ishiba dan Gen Nakatani, yang ingin
menghidupkan kembali ambisi pra-perang dari imperial Jepang. Pemerintahan Abe
bersikeras untuk memunculkan ambisi militerisme Jepang yang tersisa dalam
aliansi global AS-Jepang.
Dalam beberapa tahun terakhir, AS telah menguatkan
ikatannya dengan Jepang sebagai sekutu utamanya pasca-Perang Dunia II di Asia
Pasifik tak hanya sebagai rekan perdagangan dan investasi terbesar kedua, namun
juga sebagai sekutu militer yang besar dan strategis, serta dapat menjadi titik
tekan terhadap China, Korea Utara, dan Rusia serta untuk melanggengkan
kepentingan di Asia.
Aliansi AS-Jepang telah memainkan ancaman bagi Asia,
yang seolah-olah ingin membendung kekuatan aliansi militer China-Rusia. Ni adalah
usaha untuk menghasut masyarakat Asia, khususnya yang di Jepang dan
Korea-Selatan dengan sentimen anti-perang, anti-basis asing, anti-nuklirnya,
untuk mentolerir dan bahkan menyambut pivot AS, dalam hal menerima Kekuatan
"Pertahanan", dan latihan perang wilayah AS-Jepang di Asia secara
menyeluruh.
Jauh sebelum Obama mendeklarasi penyeimbangan kekuatan
militer strategis ke Asia, AS telah menjaga kehadiran militer besarnya di Asia
Timur, dengan basis strategis dan persenjataan nuklirnya di Jepang pada barisan
terdepan. Dari basis-basis AS di Jepang, 75 persen berada di pulau Okinawa,
yang mana hingga sekarang masih dibawah kontrol militer AS meskipun
pengembalian pulau pada kedaulatan Jepang pada 1972. Pemerintahan Abe telah
secara agresif mendorong konstruksi pangkalan militer AS baru di Teluk Oura di
Henoko selagi memalsukan awal-awal penutupan Pangkalan Marinir Udara AS di dekat
Futenma.
Meskipun gencarnya klaim China atas pulau-pulau Diaoyu
di Laut China Timur, AS telah secara terbuka mendukung Jepang meskipun masih sengketa
dengan China atas wilayah tersebut.. Klaim Jepang didasari pada pendudukan
pulau-pulau di China selama era perang Sino-Jepang 1894-95, sementara China
bersikeras bahwa pulau-pulau yang diserahkan haruslah dikembalikan - seperti
teritorial lainnya yang dirampas oleh Jepang dari negara-negara lain selama
Perang Dunia II telah dikembalikan pada pemiliknya yang berhak tahun 1945. AS
malah ikut mengintervensi secara nyata atas konflik teritori ini dengan
menyatakan netralitasnya terhadap klaim tidak sah China atas zona ekonomi
eksklusif dan perpanjangan lempeng benua di Filipina di bawah Konvensi PBB dan
Hukum Kelautan.
AS telah menggunakan sengketa Laut China Selatan
antara China dan beberapa negara ASEAN yang bertujuan untuk menjustifikasi
rencana pivot(poros)-strategisnya untuk meningkatkan pergerakan dan "hak
berkunjung" kekuatan angkatan perang AS di Asia Tenggara dan mendirikan
pangkalan (basis) di Filipina tidak hanya bagi kekuatan militer AS tapi juga
bagi SDF-nya Jepang. Yang membahayakan, Jepang dan Filipina telah mengumumkan
pada 5 Juni bahwa kedua negara akan secepatnya memulai pembicaraan mengenai
Kesepakatan Kunjungan Angkatan SDF Jepang ke Fhilipina - seperti halnya yang
telah dicapai AS dan Filipina dalam perjanjian terdahulu dengan Filipina.
Sekretaris pertahanan Filipina Voltaire Gazmin telah
mengumumkan bahwa AS dan Jepang telah dipersilahkan untuk membangun pengkalan
militer di Filipina dan membeli persenjataan dari AS. Dalam dukungan oleh poros
AS ke Asia, sejalan dengan ambisi tenaga-besar militer Jepang yaitu mengejar
jaringan militer lebih dekat dengan negara-negara kunci Asia-Pasifik seperti
Australia, ASEAN, India, dan Korea Selatan. Jepang juga menyoroti berbagai
operasi ilusi dengan isu "penjaga kedamaian"-nya di seluruh dunia.
Di bawah pemerintahan Abe, Jepang telah secara
diam-diam memperlengkapi lagi dirinya dengan persenjataan penyerang, termasuk
generasi kelima pesawat F-35 fighters yang dibekali dengan bom cerdas ciptaan
AS. Selain itu ada kendaraan serang amfibi AAV7, pesawat tempur V-22 Osprey,
dan juga proyek pesawat tempur yang diprakarsai Mitsubishi menggunakan
teknologi stealth (siluman) AS. Untuk tahun fiskal 2015, Jepang telah
menyetujui US$ 45 milyar anggaran pertahanan. Ini adalah anggaran pertahanan
terbesarnya dalam 70 tahun. Pada 2014, Jepang mulai menjual perangkat keras
militer ke berbagai negara lainnya, suatu langkah yang belum pernah terjadi
sebelumnya sejak Perang Dunia II.
Upaya AS untuk menggunakan Jepang demi memperkuat
hegemoni di Asia telah dimanifestasikan lebih lanjut lewat ajakan kepada Jepang
agar ikut serta dalam pembicaraan mengenai Persetujuan Kerjasama Trans-Pasifik
(Trans-Pacific Partnership Agreement). TPPA adalah komponen inti dari strategi
poros (pivot) AS ke Asia dan kampanye untuk menahan dan menekan China agar
tetap berada di bawah ambisi hegemoni AS atau derita oleh isolasi lainnya.
Dalam pengejarannya akan kepentingan-kepentingan nasional dan
ultra-nasionalnya, China menggunakan kolaborasinya yang bertumbuh dengan Rusia
untuk menguatkan Organisasi Kooperasi Shanghai dan blok ekonomi BRICS untuk
menjalankan proyek infrastruktur guna menghubungkan Asia dan Eropa sebagai
bentuk ekspansi kapital.
Bagaimanapun, pemerintahan Abe memandang TPPA sebagai
upaya yang utama dan tepat dalam lompatan awal stagnasi panjang perekonomian
Jepang untuk menuju puncak mendukung agenda TPPA Obama untuk mendapat
persetujuan Kongres AS. Walaupun kita
ketahui bahwa masih kuatnya sentimen anti-TPPA publik di Jepang, dan rasa
was-was diantara beberapa sektor bisnis Jepang yang nampaknya lebih tertarik
pada FTA China-Korea-Jepang ataupun Kerjasama Ekonomi Komprehensif Regional
pimpinan China (China-led Regional Comprehensive Economic Partnership - RCEP).
Bahkan diantara kelas penguasa Jepang, terdapat kegaduhan mengenai sikap tunduk
dan merendahkan diri di hadapan AS, bertingkah layaknya boneka yang melayani
segala keperluan Amerika.
Di beberapa negara Asia, masyarakat tidak dapat
melupakan kekerasan perang dan kekejian Fasis Jepang dibawah slogan Lingkar Kemakmuran Bersama Asia Timur
dari 1937 hingga 1945. Kebenciannya terhadap imperialis Jepang barangkali telah
berkurang setelah gaung kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, penghentian
perang di bawah konstitusi pasca-peperangan, dan dominasi imperialis AS yang
luar biasa besar dalam memelihara pangkalan-pangkalan militer dan lindungan
nuklir di seantero Jepang.
Bagaimanapun, sejak 1960 dan seterusnya, kebangkitan
dari monopoli-monopoli zaibatsu Jepang, kontrol finansial dari Bank Pembangunan
Asia (Asian Development Bank-ADB), agitasi militeris, dan kebudayaan
imperialisme yang kurang ajar telah menyalakan lagi kecurigaan terhadap Jepang.
Bahkan jika resesi panjang, kemunculan terus-menerus pasar di Asia, dan
kebangkitan China sebagai kekuatan imperialisme baru telah mengaburkan
kenyataan dan ancaman nyata atas imperialis Jepang. Pembaharuan Jepang sebagai
pelayan imperialis AS tentu sangat membahayakan khususnya bagi rakyat Asia.
Liga Internasional Perjuangan Rakyat (ILPS) menyerukan
kembali kepada massa rakyat Asia untuk menegakkan kedaulatan dan kemerdekaan
nasionalnya. Rakyat Asia beserta dunia harus bersatu menilai bahwa kompleksitas
kontradiksi inter-imperialis melahirkan segala skema imperialis AS untuk
menggunakan militerisme Jepang sebagai mitra junior di Asia dalam hal menyaingi
China dalam menjaga keseimbangan inter-imperialis yang bermuara pada penindasan
dan pengeksploitasian masyarakat dan negara-negara yang masih terbelakang.
Dimanapun di regional Asia-Pasifik, gerakan massa
rakyat harus dibangkitkan. Kampanye-kampanye nasional anti-imperialisme harus
lebih diperkuat. Rakyat Asia haruslah menolak dan mengalahkan skema AS yang
menjadikan Jepang ajudannya dalam pembuatan pangkalan militer dan perjanjian
kunjungan angkatan perang, serta memperdagangkan perang. Selain itu, AS juga
mempromosikan TPPA di Asia. Selain itu, secara bersamaan trakya di Asia
Tenggara haruslah tegap melawan tindakan agresi yang dilakukan oleh China. Kami
mendukung masyarakat Jepang dalam perjuangan massa untuk menolak pangkalan AS
di Okinawa dan dimanapun untuk menolak
militerisme Jepang dan kolaborasinya dengan imperialis AS.
0 komentar:
Posting Komentar